Pemerintah Diminta Hati-hati Tambah Utang Baru untuk Transisi Energi
Pemerintah diminta untuk hati hati menciptakan beban utang baru dalam pendanaan program transisi energi. Apalagi rasio pembayaran bunga dan pokok utang mencapai lebih dari 42% dari total pendapatan Negara pada 2024.
“Jangan ada persepsi transisi energi artinya meminjam utang lebih banyak, karena akan mendapatkan resistensi dari pembayar pajak,” ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (23/10).
Bhima mengatakan, bentuk pendanaan dari berbagai negara dan lembaga multilateral sebaiknya lebih difokuskan dalam bentuk hibah bukan utang.
Adapun saat ini, pemerintah Indonesia masih menunggu realisasi pendanaan transisi energi dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM). Pemerintah juga baru menjalin kerja sama dengan Cina untuk membangun investasi di sektor EBT.
Pensiun Dini PLTU
Bhima mengatakan, pemerintah bisa menggunakan berbagai instrumen pembiayaan seperti debt swap for coal retirement, yakni menukar pembayaran utang dengan penutupan PLTU batubara. Hal itu bisa menghindari utang dalam pendanaan transisi energi.
“Cara lain dengan debt cancellation yang bisa didorong ke negara maju-G7 sehingga pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih luas untuk melakukan transisi energi secara cepat,” kata dia.